1.
Pengertian Kecemasan
Kecemasan adalah ketegangan, rasa tidak aman dan kekawatiran
yang timbul karena dirasakan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan tetapi
sumbernya sebagian besar tidak diketahui dan berasal dari dalam (Depkes RI,
1990). Kecemasan dapat didefininisikan suatu keadaan perasaan keprihatinan,
rasa gelisah, ketidak tentuan, atau takut dari kenyataan atau persepsi ancaman
sumber aktual yang tidak diketahui atau dikenal (Stuart dan Sundeens, 1998).
Kecemasan adalah suatu keadaan yang ditandai dengan perasaan
ketakutan yang disertai dengan tanda somatik yang menyatakan terjadinya
hiperaktifitas sistem syaraf otonom. Kecemasan adalah gejala yang tidak
spesifik yang sering ditemukan dan sering kali merupakan suatu emosi yang
normal (Kusuma, 1997). Kecemasan adalah respon terhadap suatu ancaman yang
sumbernya tidak diketahui, internal, samar-samar atau konfliktual (Kaplan dan Sadock,
1997).
Freud (1993)
mengungkapkan bahwa kecemasan merupakan hasil dari konflik psikis yang tidak
disadari. Kecemasan menjadi tanda terhadap ego untuk mengambil aksi penurunan
cemas. Ketika mekanisme diri berhasil, kecemasan menurun dan rasa aman datang
lagi. Namun bila konflik terus berkepanjangan, maka kecemasan ada pada tingkat
tinggi. Mekanisme pertahanan diri dialami sebagai simptom, seperti phobia,
regresi dan tingkah laku ritualistik. Konsep psikodinamik menurut Freud
ini juga menerangkan bahwa kecemasan timbul pertama dalam hidup manusia saat
lahir dan merasakan lapar yang pertama kali. Saat itu dalam kondisi masih
lemah, sehingga belum mampu memberikan respon terhadap kedinginan dan
kelaparan, maka lahirlah kecemasan pertama
2.
Gejala-gejala
Kecemasan
Asdie (1988)
mengemukakan bahwa penderita yang mengalami
kecemasan biasanya memiliki gejala-gejala yang khas dan terbagi dalam beberapa
fase, yaitu:
a.
Fase I
Keadan fisik sebagaimana pada fase reaksi peringatan, maka
tubuh mempersiapkan diri untuk fight
(berjuang), atau flight (lari
secepat-cepatnya). Pada fase ini tubuh merasakan tidak enak sebagai akibat dari
peningkatan sekresi hormon adrenalin dan nor adrenalin. Oleh karena itu, maka
gejala adanya kecemasan dapat berupa rasa tegang di otot dan kelelahan,
terutama di otot-otot dada, leher dan punggung. Dalam persiapannya untuk
berjuang, menyebabkan otot akan menjadi lebih kaku dan akibatnya akan
menimbulkan nyeri dan spasme di otot dada, leher dan punggung. Ketegangan dari
kelompok agonis dan antagonis akan menimbulkan tremor dan gemetar yang dengan
mudah dapat dilihat pada jari-jari tangan (Wilkie, 1985). Pada fase ini
kecemasan merupakan mekanisme peningkatan dari sistem syaraf yang mengingatkan
kita bahwa system syaraf fungsinya mulai gagal mengolah informasi yang ada secara
benar.
b.
Fase II
Gejala klinis seperti pada fase satu, seperti gelisah,
ketegangan otot, gangguan tidur dan keluhan perut, penderita juga mulai tidak
bisa mengontrol emosinya dan tidak ada motifasi diri (Wilkie, 1985). Labilitas
emosi dapat bermanifestasi mudah menangis tanpa sebab, yang beberapa saat
kemudian menjadi tertawa. Mudah menangis yang berkaitan dengan stres mudah
diketahui. Akan tetapi kadang-kadang dari cara tertawa yang agak keras dapat
menunjukkan tanda adanya gangguan kecemasan fase dua (Asdie,
1988). Kehilangan motivasi diri bisa terlihat pada keadaan seperti
seseorang yang menjatuhkan barang ke tanah, kemudian ia berdiam diri saja
beberapa lama dengan hanya melihat barang yang jatuh tanpa berbuat sesuatu
(Asdie, 1988).
c.
Fase III
Keadaan kecemasan fase satu dan dua yang tidak teratasi
sedangkan stresor tetap saja berlanjut, penderita akan jatuh kedalam kecemasan
fase tiga. Berbeda dengan gejala-gejala yang terlihat pada fase satu dan dua
yang mudah di identifikasi kaitannya dengan stres, gejala kecemasan pada fase
tiga umumnya berupa perubahan dalam tingkah laku dan umumnya tidak mudah
terlihat kaitannya dengan stres. Pada fase tiga ini dapat terlihat gejala
seperti : intoleransi dengan rangsang sensoris, kehilangan kemampuan toleransi
terhadap sesuatu yang sebelumnya telah mampu ia tolerir, gangguan reaksi
terhadap sesuatu yang sepintas terlihat sebagai gangguan kepribadian
3.
Klasifikasi
Tingkat Kecemasan
Townsend (1996) mengemukakan bahwa ada
empat tingkat kecemasan, yaitu :
a.
Kecemasan
ringan
Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam
kehidupan sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan
meningkatkan lahan persepsinya. Kecemasan ringan dapat memotivasi belajar dan
menghasilkan pertumbuhan dan kreatifitas. Manifestasi yang muncul pada tingkat
ini adalah kelelahan, iritabel, lapang persepsi meningkat, kesadaran tinggi,
mampu untuk belajar, motivasi meningkat dan tingkah laku sesuai situasi.
b.
Kecemasan
sedang
Memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada masalah yang
penting dan mengesampingkan yang lain sehingga seseorang mengalami perhatian
yang selektif, namun dapat melakukan sesuatu yang terarah. Manifestasi yang
terjadi pada tingkat ini yaitu kelelahan meningkat, kecepatan denyut jantung
dan pernapasan meningkat, ketegangan otot meningkat, bicara cepat dengan volume
tinggi, lahan persepsi menyempit, mampu untuk belajar namun tidak optimal,
kemampuan konsentrasi menurun, perhatian selektif dan terfokus pada rangsangan
yang tidak menambah ansietas, mudah tersinggung, tidak sabar,mudah lupa, marah
dan menangis.
c.
Kecemasan
berat
Sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang dengan
kecemasan berat cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan
spesifik, serta tidak dapat berpikir tentang hal lain. Orang tersebut memerlukan
banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada suatu area yang lain. Manifestasi
yang muncul pada tingkat ini adalah mengeluh pusing, sakit kepala, nausea,
tidak dapat tidur (insomnia), sering kencing, diare, palpitasi, lahan persepsi
menyempit, tidak mau belajar secara efektif, berfokus pada dirinya sendiri dan
keinginan untuk menghilangkan kecemasan tinggi, perasaan tidak berdaya,
bingung, disorientasi.
d.
Panik
Panik berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror
karena mengalami kehilangan kendali. Orang yang sedang panik tidak mampu
melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan. Tanda dan gejala yang terjadi
pada keadaan ini adalah susah bernapas, dilatasi pupil, palpitasi, pucat,
diaphoresis, pembicaraan inkoheren, tidak dapat berespon terhadap perintah yang
sederhana, berteriak, menjerit, mengalami halusinasi dan delusi.
4.
Respon terhadap
Kecemasan
Wilkie (1995)
mengemukakan bahwa terdapat dua respon yang terjadi terhadapa kecemasan, yaitu
:
a.
Respon
Fisiologis terhadap Kecemasan
1)
Kardio vaskuler;
Peningkatan tekanan darah,
palpitasi, jantung berdebar, denyut nadi meningkat, tekanan nadi menurun, syock
dan lain-lain.
2)
Respirasi;
napas cepat dan dangkal, rasa
tertekan pada dada, rasa tercekik.
3)
Kulit:
perasaan panas atau dingin pada
kulit, muka pucat, berkeringat seluruh tubuh, rasa terbakar pada muka, telapak
tangan berkeringat, gatal-gatal.
4)
Gastro
intestinal; Anoreksia, rasa tidak nyaman
pada perut, rasa terbakar di epigastrium, nausea, diare.
5)
Neuromuskuler;
Reflek meningkat, reaksi kejutan,
mata berkedip-kedip, insomnia, tremor, kejang, wajah tegang, gerakan lambat.
b.
Respon
Psikologis terhadap Kecemasan
1)
Perilaku;
Gelisah, tremor, gugup, bicara cepat
dan tidak ada koordinasi, menarik diri, menghindar.
2)
Kognitif;
Gangguan perhatian, konsentrasi
hilang, mudah lupa, salah tafsir, bloking, bingung, lapangan persepsi menurun,
kesadaran diri yang berlebihan, kawatir yang berlebihan, obyektifitas menurun,
takut kecelakaan, takut mati dan lain-lain.
3)
Afektif; Tidak sabar, tegang, neurosis, tremor, gugup yang
luar biasa, sangat gelisah dan lain-lain.
suka sekali dengan isi blognya kak
BalasHapusdaftar kartu axis