A. PENDAHULUAN
Dr. Leopold Bellak di
dalam papernya mencoba menelusuri sejarah perkembangan dari konsep proyeksi yang pada saat sekarang ini sudah sedemikian luas dan kabur arti penggunaannya. Di dalam usaha
verifikasi eksperimental pembuktian terhadap konsep klinis mengenai proyeksi seperti yang dikemukakan
Freud, ia berpendapat bahwa pentinglah kiranya untuk mengadakan re-definisi terhadap proses-proses persepsual yang terkandung di dalam proyeksi
itu, dan inilah yang merupakan dasar dari metode proyekti f.
Beberapa definisi awal tentang konsep
projection sebagai suatu proses defensif, seperti yang dikemukakan oleh Freud, Frank,
dan di dalam eksperimen Bealy, Bronner, dan Bowers.
Definisi projection berdasarkan hasil penyelidikan-penyelidikan eksperimental yang kemudian, merupakan verifikasi terhadap definisi-definisi awal, dan ditemukakannya istilah apperception dan apperceptive distortion sebagai terminologi pengganti istilah projection (Dr. Leopold Bellak), dengan pengertian yang tidak terbatas pada proses defensif semata-mata.
Bellak mengemukakan istilah apperceptive psychology dan apperceptive distortion,
sebagai istilah yang lebih tepat untuk digunakan di dalam pembahasan ini. Bellak berusaha
menggabungkan konsep dasar psikoanalisis, khususnya
mengenai apperceptive distortion ini, dengan
konsep teori belajar
dari Gestalt, melalui
penyelidikan dan eksplorasi-eksplorasi eksperimental.
B. APPERCEPTIVE DISTORTION
Proyeksi merupakan suatu istilah
yang banyak digunakan di dalam bidang-bidang psikologi klinis, dinamis dan sosial. Frank
mengemukakan bahwa metode
proyektif adalah
merupakan suatu tipe pendekatan yang bersifat dinamis
dan holistic di dalam disiplin psikologi.
Istilah proyeksi pertama kali dikemukakan oleh Freud, di dalam karyanya
The Anxiety Neurosis (1894), dimana ia mengemukakan bahwa:
Psyche akan mengembangkan suatu kecemasan neurotik
apabila psyche merasa tidak berdaya untuk mengatasi
rangsangan-rangsangan (seksual) yang berasal dari dalam (endogenous), sehingga rangsangan-rangsangan tersebut
akan diproyeksikan ke dunia luar.
Di
dalam karyanya On the
Defense Neuropsychoses (1896), Freud memberikan elaborasi terlebih jauh terhadap konsep proyeksi. Dikemukakannya secara lebih eksplisit bahwa :
Proyeksi adalah suatu proses pemetaan (pelampiasan ke luar) dorongan-dorongan,
perasaan-perasaan dan sentirnen-sentimen individu kepada orang lain atau ke dunia luar, sebagai proses yang bersifat
defensif, dimana individu
yang bersangkutan tidak menyadari munculnya gejala yang di luar kehendaknya itu (undesireable phenomena).
Elaborasi lebih jauh lagi, dapat dilihat pada kasus Schreber,
penderita paranoia, yang dikemukakan Freud sebagai berikut :
Penderita paranoia tersebut mempunyai
kecenderungan homoseksual, dimana karena adanya tekanan dari super ego,
ia mentransformasikan suatu reaksi-formasi dari I love him
menjadi I hate him. Proyeksi benci kepada objek yang tadinya
dicintai, disebabkan karena super ego tidak memperkenankan benci tersebut muncul
di kesadaran dan muncul terealisir, dan lagi pula ia merasa bahwa bahaya dari dunia luar akan lebih
menekan ketimbang bahaya dari dalam, bila benci itu sampai muncul.
Jadi di sini, super ego menghambat ekspresi
benci berdasarkan norma-norma moral yang dimiliki individu yang bersangkutan.
Healy, Bronner dan Bowers mendefinisikan proyeksi
sebagai :
Suatu
proses defensif yang dikendalikan oleh prinsip kenikmatan (pleasure-principle), dimana ego, yang berpedoman kepada dunia luar, akan merasa tercela bila keinginan keinginan dan idea-idea ketidaksadaran muncul ke dalam kesadaran.
Kalaupun konsep proyeksi yang mulanya berasal
dari apa yang terdapat
pada psikosis dan neurosis, diterapkan
kepada bentuk-bentuk tingkah laku yang lain, seperti yang dikemukakan Freud
di dalam The
Future of an illusion dan
Totem and Taboo,
maka proyeksi juga merupakan suatu mekanisme yang terpenting di dalam pembentukan kepercayaan beragama.
Bahkan di dalam konteks
kebudayaan, dikatakan pula bahwa proyeksi
berperan sebagai suatu proses
defensif terhadap kecemasan.
Di dalam pustaka-pustaka psikoanalisis, sering dijumpai bentuk defense mechanism, dimana proyeksi
adalah merupakan proses defensif yang paling penting,
namun sangatlah sedikit penelitian-penelitian yang pernah
dilakukan terhadap konsep
proyeksi tersebut, sehingga Sears
mengatakan : Mungkin
satu-satunya
istilah
yang
paling
tidak jelas pengertiannya di dalam teori psikoanalisis adalah istilah proyeksi.
Aplikasi konsep proyeksi paling
banyak dilakukan di dalam
bidang psikologi klinis
yang kita kenal sebagai teknik proyektif. Termasuk
di dalamnya adalah tes Rorschach, TAT, tes
Szondi, Sentence Completion
Test, EPPS, dan lain-lainnya.
Dasar asumsi yang melandasi
tes-tes tersebut adalah, bahwa bila subjek dihadapkan pada sejumlah stimulus yang ambiguous (kabur) dan ia diminta
untuk memberikan respon
terhadap
stimulus
itu, subjek akan
memproyeksikan need dan
press-nya sebagai responnya terhadap stimulus tersebut.
Suatu
penyelidikan eksperimental telah dilakukan, di dalam usaha untuk menjelaskan
fenomena proyeksi, dan dilaporkan sebagai
berikut :
• Pada eksperimen yang pertama, menggunakan sejumlah subjek dan kepada mereka disajikan sejumlah kartu-kartu TAT, dimana eksperimen berjalan di dalam
kondisi yang terkontrol.
• Pada eksperimen
kedua, subjek-subjek dikenai
posthypnotic sewaktu ia menceritakan
tentang gambar
pada kartu TAT, agar ia dapat merasakan agresinya (tanpa disadari individu).
Berdasarkan kedua eksperimen tersebut,
subjek menunjukkan tingkah laku seperti apa yang dikemukakan di dalam hipotesis
proyeksi dan pada tingkah laku tersebut menunjukkan adanya peningkatan agresi (bila tingkah
laku pada eksperimen kedua dibandingkan dengan yang
pertama). Hal itu terjadi karena di dalam kondisi
posthypnotic, sewaktu diminta
untuk bercerita, subjek berada dalam keadaan
yang teramat sedih dan depresif,
sehingga mereka memproyeksikan sentimen-sentimen mereka ke dalam cerita pada kartu.
Sampai pada eksperimen yang pernah dilakukan ini, tidak terdapat
adanya perubahan terhadap konsep
proyeksi bahwa kenyataan proyeksi adalah sebagai
suatu proses pemetaan (pelampiasan ke luar)
sentimen-sentimen yang tidak dapat diterima ego, ke dunia luar.
Kemudian eksperimen tersebut dilakukan
dengan variasi yang lebih luas, dimana di
dalam keadaan posthypnotic subjek merasakan
suatu kegembiraan yang sangat. Hal ini
berarti bahwa rasa gembira tersebut juga dapat diproyeksikan ke dalam cerita-cerita pada kartu.
Sampai pada eksperimen yang akhir ini, sebenarnya tidaklah dapat dikatakan
bahwa konsep proyeksi hanya didasarkan sebagai suatu defense mechanism, karena tidak terdapat
kebutuhan atau usaha ego untuk "menekan secara
disruptif" terhadap efek-efek kegembiraan.
Sebenarnya, apabila kita baca kembali karya Freud secara lebih cermat (seperti yang dilakukan Dr. Ernst Kris), terlihat pula bahwa Freud juga memberikan antisipasi terhadap
dasar pemikiran di atas itu, seperti yang dikemukakannya di dalam Totem
and Taboo, yaitu:
Proyeksi tidaklah secara khusus terwujud sebagai usaha untuk mengadakan defense,
karena ternyata, walaupun tidak ada konflik dapat pula terjadi proyeksi. Proyeksi inner
perception kepada dunia luar, merupakan
suatu mekanisme yang primitif, yang juga ikut mempengaruhi sense-perception (persepsi indera),
yang memberikan andil yang besar di dalam membentuk
dunia luar. Di dalam kondisi-kondisi yang diliputi oleh ketidakpastian,
inner-perception yang berupa proses-proses ideasional dan emosional, yang berasal dari
inner-world, bersama-sama sense-perception (persepsi indera) membentuk dunia luar.
Selanjutnya dikemukakan bahwa sesuatu yang kita proyeksikan ke dunia luar (seperti
pada manusia-manusia primitif), dapat berubah bentuk
menjadi sesuatu yang lain itu hanya
dikenal oleh indera kita saja, karena sebenarnya bentuk asli dari sesuatu itu bersifat latent,
tetapi dapat dimunculkan kembali. Dan sesuatu yang bersifat latent itu disebut sebagai coexistence dari
persepsi dan memorik,
atau bila digeneralisasi, dikatakan sebagai eksistensi
proses ketidaksadaran psikis yang muncul
ke alam sadar.
Dasar
pikiran Freud di dalam penjelasan di atas adheah, bahwa percept memory (ingatan
masa lalu) mempengaruhi yang sekarang terhadap suatu stimulus.
Jadi interpretasi TAT juga berdasarkan asumsi Freud tersebut.
Misalnya, persepsi masa lalu
subjek terhadap ayahnya akan
mempengaruhi persepsi subjek terhadap figur
ayah di dalam
gambar
TAT.
Jelaslah sekarang,
bahwa percept
memory: akan mempengaruhi yang
sekarang terhadap stimulus, dan hal tersebut
tidak dapat
secara sempit dikatakan sebagai suatu usaha defensif saja, seperti yang dikemukakan di dalam definisi proyeksi yang asli (mula-mula).
Di sini kita
dapat mengasumsikan bahwa,
semua persepsi yang sekarang akan dipengaruhi kedua macam persepsi itu, merupakan
bidang yang dibahas tersendiri di dalam Psikologi Kepribadian.
keren kak membantu banget
BalasHapusbeli kuota axis