Sebagai salah satu
sisi dalam kehidupan manusia, aktifitas komunikasi itu dikatakan akademisi
komunikasi sebagai aktifitas vital dalam kehidupannya. Astrid Soesanto
mensinyalirnya sebagai aktifitas yang dilakukan manusia sebanyak 90 % dalam
kehidupannya sehari-hari. Cangara (1998 : 1) yang mengklaim sebagai penilaian
dari banyak pakar, mengatakan bahwa komunikasi adalah sebagai suatu kebutuhan
yang sangat fundamental bagi seseorang dalam hidup bermasyarakat. Menurut
Schram komunikasi dan masyarakat merupakan dua kata kembar yang tidak dapat
dipisahkan satu sama lainnya. Tanpa komunikasi tidak mungkin masyarakat
terbentuk, sebaliknya tanpa masyarakat maka manusia tidak mungkin dapat
mengembangkan komunikasi (Schramm, 1982, dalam Cangara, 1998 :2).
Melihat dua pendapat
tadi kiranya menyiratkan kalau komunikasi itu sebagai aktifitas penting bagi
setiap orang dalam kehidupannya dengan sesama dalam rangka kehidupan
bermasyarakat. Dengan demikian, komunikasi
itu antara lain dapatlah diartikan sebagai suatu aktifitas yang
terjadi di antara sesama manusia yang berfungsi sebagai penghubung di antara
mereka dengan cara melakukan penyampaian pesan berupa lambang verbal dan non
verbal yang artinya diusahakan dapat dimaknai secara bersama.
Sebagai sebuah fenomena kemanusiaan, maka komunikasi antara manusia yang oleh Littlejohn disebut dengan human communication itu, sebagaimana dikatakannya terdiri dari beberapa bentuk atau tingkatan-tingkatan. Bentuk atau tingkatan yang sebelumnya diistilahkan Littlejohn dengan setting/konteks komunikasi yang terdiri dari konteks interpersonal, group, organization dan mass (Littlejohn, 1983), itu terdiri dari lima (5) tingkatan (level) : 1-interpersonal, 2-group, 3-public or rhetoric, 4-organizational dan 5- mass. (Littlejohn, 2005 : 11).
Interpersonal communication deals with communication between people,
usually in face to face, private settings. Group communication relates to
the interaction of people in small groups, usually in decision-making settings.
Group communication necessarily involves interpersonal interaction, and most of
the theories of interpersonal communication apply also at the group level. Public communication,
traditionally focuses on the public presentation of discourse. Organizational communication
occurs in large cooperative networks and includes virtually all aspects of both
interpersonal and group communication. It encompasses topics such as the
structure and function of organizations, human relations, communication and the
process of organizing and organizational culture. Mass communication deals with public communication, usually mediated.
Many aspects of interpersonal, group, public and organizational communication
are involved in the process of mass communication (Littlejohn, 2005 : 11).
Fenomena komunikasi
di antara sesama umat manusia yang terjadi dalam lima level itu, masing-masing
memiliki problemanya sendiri yang begitu kompleks. Guna memahaminya,
diperlukan pemikiran yang serius. Para akademisi yang pertama kali mencoba
memahaminya adalah Harold D. Lasswell pada 1948. Menurutnya, cara yang tepat
untuk memahami fenomena komunikasi adalah dengan cara menjawab pertanyaan
pertanyaan yang tercakup dalam formula yang ia tawarkan. Pertanyaan dimaksud
yaitu : Siapa, mengatakan apa, dengan saluran yang mana, kepada siapa dan
dengan pengaruh apa ?Formula itu memang relatif memadai, namun akademisi lain
tidak puas dan mencoba meningkatkannya ke dalam bentuk yang lebih baik, yakni
dalam wujud model, model komunikasi.
Model berarti gambaran yang sistematis dan abstrak. Fungsinya untuk menerangkan
potensi-potensi tertentu yang berkaitan dengan beragam aspek dari suatu proses
(Wiryanto, 2004 : 9).
Proses itu misalnya
menyangkut fenomena komunikasi, maka melalui sebuah model, fenomena komunikasi
yang muncul dalam setiap levelnya itu, unsur-unsur yang terlibat di didalamnya
dapat dilihat dengan mudah (Bandingkan, Wiryanto, 2004 : 10). Model komunikasi
dibuat untuk membantu kita memahami komunikasi dan men-spesifikasi
bentuk-bentuk komunikasi dalam hubungan antarmanusia.
Sebagai ilmu yang
obyek formanya pada human communication, maka dalam ilmu komunikasi
diketahui terdapat banyak model-model komunikasi. Ragam model komunikasi yang
ada itu, oleh Mc Quail dan Windahl digolongkan ke dalam lima kelompok model,
terdiri dari : Model dasar; model pengaruh personal, penyebaran dan dampak
komunikasi massa terhadap individu; model efek komunikasi massa; model khalayak
dan model komunikasi tentang sistem, produksi, seleksi dan alir media massa.(
Wiryanto, 2004 : 11).
Sebuah model
komunikasi memang merupakan representasi simbolik dari suatu proses komunikasi.
Meskipun demikian, sebuah model komunikasi, tidak mengandung adanya penjelasan
mengenai hubungan kausalitas antara komponen yang terdapat dalam model.
Penjelasan mana, merupakan salah satu ciri yang harus dipenuhi oleh suatu
teori. Jadi, meskipun oleh Severin dan Tankard (1992 : 36, dalam Wiryanto, 2004
: 10) dikatakan model komunikasi itu dapat membantu dalam perumusan suatu
teori, namun model tetap saja bukan merupakan suatu teori. Meskipun demikian,
harus diakui pula bahwa melalui model komunikasi telah banyak para teoritisi
terbantu dalam upayanya memunculkan teori komunikasi. Diantaranya adalah salah
satu teori efek media yang menurut Tankard (1986 : 246) tergolong moderat,
yakni mass media uses and gratification theory, dikembangkan Katz dan
Gurevitch dari mass media uses and gratification model yang
dipublikasikannya pada 1974.
Dalam memahami
fenomena komunikasi, sehubungan dengan kompleksitasnya menyebabkan ilmu
komunikasi butuh lebih dari sekedar model, dan tidak cukup pula hanya pada
teori pada tataran taxonomies. Taxonomies yaitu teori yang baru memiliki komponen konsep saja, salah
satu elemen dasar dari teori. Belum ada unsur explanations tentang
bagaimana konsep-konsep yang dikandungnya itu saling berhubungan. Apalagi
menyangkut elemen-elemen lainnya, seperti elemen asumsi filosofis dan prinsip
atau panduan untuk bertindak. (lihat, Littlejohn, 2005
:18). Dalam ilmu komunikasi sendiri, teori yang termasuk jenis ini (taxomomie), antara lain misalnya
seperti teori yang dikemukakan Ian Ward tentang kepemilikan media dan kontrol
media yang dibangun berdasarkan kasus pers di Australia. Termasuk pula di sini
dengan teori yang dikemukakan Deborah Tannen melalui “Genderlect Style”-nya
tentang perbedaan gaya komunikasi di antara kaum pria dan wanita (Lihat,
Tannen, dalam Griffin, 2003 : 463-473).
Terkait upaya ilmu
komunikasi dalam mengembangkan dirinya sendiri (pure science intrest), sehubungan
tidak memadainya teori dalam kadar taxonomies tadi, maka demi pengembangannya
ilmu komunikasi harus mampu menemukan teori-teori yang ideal. Teori ideal
dimaksud yaitu teori yang di dalamnya terpenuhi empat komponen dasar teori.
Komponen mana, sebagaimana dikatakan Littlejohn sebelumnya, terdiri dari : asumsi filosofis, konsep, penjelasan dan prinsip atau panduan untuk bertindak.
makasih kak suka sama blognya deh
BalasHapusjaringan axis hari ini