Senin, 12 Mei 2014

KOMUNIKASI SEBAGAI OBYEK FORMA ILMU KOMUNIKASI



Sebagai salah satu sisi dalam kehidupan manusia, aktifitas komunikasi itu dikatakan akademisi komunikasi sebagai aktifitas vital dalam kehidupannya. Astrid Soesanto mensinyalirnya sebagai aktifitas yang dilakukan manusia sebanyak 90 % dalam kehidupannya sehari-hari. Cangara (1998 : 1) yang mengklaim sebagai penilaian dari banyak pakar, mengatakan bahwa komunikasi adalah sebagai suatu kebutuhan yang sangat fundamental bagi seseorang dalam hidup bermasyarakat. Menurut Schram komunikasi dan masyarakat merupakan dua kata kembar yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Tanpa komunikasi tidak mungkin masyarakat terbentuk, sebaliknya tanpa masyarakat maka manusia tidak mungkin dapat mengembangkan komunikasi (Schramm, 1982, dalam Cangara, 1998 :2).
Melihat dua pendapat tadi kiranya menyiratkan kalau komunikasi itu sebagai aktifitas penting bagi setiap orang dalam kehidupannya dengan sesama dalam rangka kehidupan bermasyarakat. Dengan demikian, komunikasi itu antara lain dapatlah diartikan sebagai suatu aktifitas yang terjadi di antara sesama manusia yang berfungsi sebagai penghubung di antara mereka dengan cara melakukan penyampaian pesan berupa lambang verbal dan non verbal yang artinya diusahakan dapat dimaknai secara bersama.

Sebagai sebuah fenomena kemanusiaan, maka komunikasi antara manusia yang oleh Littlejohn disebut dengan human communication itu, sebagaimana dikatakannya terdiri dari beberapa bentuk atau tingkatan-tingkatan. Bentuk atau tingkatan yang sebelumnya diistilahkan Littlejohn dengan setting/konteks komunikasi yang terdiri dari konteks interpersonal, group, organization dan mass (Littlejohn, 1983), itu terdiri dari lima (5) tingkatan (level) : 1-interpersonal, 2-group, 3-public or rhetoric,  4-organizational dan  5- mass. (Littlejohn, 2005 : 11).
Interpersonal communication deals with communication between people, usually in face to face, private settings.  Group communication relates to the interaction of people in small groups, usually in decision-making settings. Group communication necessarily involves interpersonal interaction, and most of the theories of interpersonal communication apply also at  the group level. Public communication, traditionally focuses on the public presentation of discourse. Organizational communication occurs in large cooperative networks and includes virtually all aspects of both interpersonal and group communication. It encompasses topics such as the structure and function of organizations, human relations, communication and the process of organizing and organizational culture. Mass communication deals with public communication, usually mediated. Many aspects of interpersonal, group, public and organizational communication are involved in the process of mass communication (Littlejohn, 2005 : 11).
Fenomena komunikasi di antara sesama umat manusia yang terjadi dalam lima level itu, masing-masing memiliki problemanya sendiri yang begitu kompleks. Guna memahaminya, diperlukan pemikiran yang serius. Para akademisi yang pertama kali mencoba memahaminya adalah Harold D. Lasswell pada 1948. Menurutnya, cara yang tepat untuk memahami fenomena komunikasi adalah dengan cara menjawab pertanyaan pertanyaan yang tercakup dalam formula yang ia tawarkan. Pertanyaan dimaksud yaitu : Siapa, mengatakan apa, dengan saluran yang mana, kepada siapa dan dengan pengaruh apa ?Formula itu memang relatif memadai, namun akademisi lain tidak puas dan mencoba meningkatkannya ke dalam bentuk yang lebih baik, yakni dalam wujud model, model komunikasi. Model berarti gambaran yang sistematis dan abstrak. Fungsinya untuk menerangkan potensi-potensi tertentu yang berkaitan dengan beragam aspek dari suatu proses (Wiryanto, 2004 : 9).
Proses itu misalnya menyangkut fenomena komunikasi, maka melalui sebuah model, fenomena komunikasi yang muncul dalam setiap levelnya itu, unsur-unsur yang terlibat di didalamnya dapat dilihat dengan mudah (Bandingkan, Wiryanto, 2004 : 10). Model komunikasi dibuat untuk membantu kita memahami komunikasi dan men-spesifikasi bentuk-bentuk komunikasi dalam hubungan antarmanusia.
Sebagai ilmu yang obyek formanya pada human communication, maka dalam ilmu komunikasi diketahui terdapat banyak model-model komunikasi. Ragam model komunikasi yang ada itu, oleh Mc Quail dan Windahl digolongkan ke dalam lima kelompok model, terdiri dari : Model dasar; model pengaruh personal, penyebaran dan dampak komunikasi massa terhadap individu; model efek komunikasi massa; model khalayak dan model komunikasi tentang sistem, produksi, seleksi dan alir media massa.( Wiryanto, 2004 : 11).
Sebuah model komunikasi memang merupakan representasi simbolik dari suatu proses komunikasi. Meskipun demikian, sebuah model komunikasi, tidak mengandung adanya penjelasan mengenai hubungan kausalitas antara komponen yang terdapat dalam model. Penjelasan mana, merupakan salah satu ciri yang harus dipenuhi oleh suatu teori. Jadi, meskipun oleh Severin dan Tankard (1992 : 36, dalam Wiryanto, 2004 : 10) dikatakan model komunikasi itu dapat membantu dalam perumusan suatu teori, namun model tetap saja bukan merupakan suatu teori. Meskipun demikian, harus diakui pula bahwa melalui model komunikasi telah banyak para teoritisi terbantu dalam upayanya memunculkan teori komunikasi. Diantaranya adalah salah satu teori efek media yang menurut Tankard (1986 : 246) tergolong moderat, yakni mass media uses and gratification theory, dikembangkan Katz dan Gurevitch dari mass media uses and gratification model yang dipublikasikannya pada 1974.
Dalam memahami fenomena komunikasi, sehubungan dengan kompleksitasnya menyebabkan ilmu komunikasi butuh lebih dari sekedar model, dan tidak cukup pula hanya pada teori pada tataran taxonomies. Taxonomies yaitu teori yang baru memiliki komponen konsep saja, salah satu elemen dasar dari teori. Belum ada unsur explanations tentang bagaimana konsep-konsep yang dikandungnya itu saling berhubungan. Apalagi menyangkut elemen-elemen lainnya, seperti elemen asumsi filosofis dan prinsip atau panduan untuk bertindak. (lihat, Littlejohn,  2005 :18). Dalam ilmu komunikasi sendiri, teori yang termasuk jenis ini (taxomomie), antara lain misalnya seperti teori yang dikemukakan Ian Ward tentang kepemilikan media dan kontrol media yang dibangun berdasarkan kasus pers di Australia. Termasuk pula di sini dengan teori yang dikemukakan Deborah Tannen melalui “Genderlect Style”-nya tentang perbedaan gaya komunikasi di antara kaum pria dan wanita (Lihat, Tannen, dalam Griffin, 2003 : 463-473).   
Terkait upaya ilmu komunikasi dalam mengembangkan dirinya sendiri (pure science intrest), sehubungan tidak memadainya teori dalam kadar taxonomies tadi, maka demi pengembangannya ilmu komunikasi harus mampu menemukan teori-teori yang ideal. Teori ideal dimaksud yaitu teori yang di dalamnya terpenuhi empat komponen dasar teori. Komponen mana, sebagaimana dikatakan Littlejohn sebelumnya, terdiri dari : asumsi filosofis, konsep, penjelasan dan  prinsip atau panduan untuk bertindak.

1 komentar: